Bab
1
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Pelangi
merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di daerah tropis, seperti
Indonesia. Menurut Smith (2000:32) Indonesia miliki intensitas cahaya matahari
yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kutub. Sinar matahari, angin, dan
rotasi bumi dapat mempengaruhi arus air laut. Tingginya arus air laut dapat
meningkatkan proses kondensasi, sehingga curah hujan akan semakin tinggi di
daerah tropis. Kombinasi antara berbagai faktor alam tersebut akan mempengaruhi
terbentuknya pelangi.
Fenomena
pelangi yang tercipta ketika rintik hujan memecah sinar matahari telah membuat
manusia terpesona sejak zaman dahulu kala. Upaya menjelaskan pelangi secara
ilmiah pun telah dilakukan sejak masa Aristoteles. Kunci terjadinya pelangi
adalah pembiasan, pemantulan dan dispersi cahaya.
Sejauh
ini pendekatan yang digunakan untuk menjawab fenomena pelangi ialah dari sisi
fisika, namun pendekatan dengan menggunakan matematika, khususnya kalkulus
masih jarang ditemui. Kalkulus merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang
membahas masalah limit, turunan, integral dan deret tak terhingga. Di sisi
lain, kalkulus memiliki aplikasi yang luas dalam bidang sains, ekonomi, dan
teknik serta dapat memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan
aljabar elementer.
Kalkulus
memiliki dua cabang utama, kalkulus diferensial dan kalkulus integral. Aplikasi
kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat
massa, kerja, dan tekanan. Sedangkan aplikasi dari kalkulus diferensial
meliputi perhitungan kecepatan dan percepatan, kemiringan suatu kurva, nilai
minimum dan maksimum. Kita dapat menjelaskan fenomena pelangi yang sering kita
temui dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan prinsip nilai minimum dan
maksimum,
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah dari
penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana proses terjadinya pelangi?
2. Bagaimana bentuk pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus?
3. Bagaimana posisi relatif pelangi terhadap pengamat dan
matahari jika ditinjau dari segi kalkulus?
1.4 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan proses terjadinya pelangi, posisi pelangi, dan
bentuk pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus.
1.5 Manfaat Penulisan
1. Dapat menambah pengetahuan tentang keterkaitan ilmu kalkulus
dengan fenomena pelangi.
2. Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut
tentang tinjauan kalkulus untuk pelangi secara lebih mendalam.
Bab
2
Pembahasan
2.1
Proses Terjadinya Pelangi
Pelangi merupakan satu-satunya gelombang elektromagnetik
yang dapat kita lihat. Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi
sacara alamiah dalam atmosfir bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat
dan tetesan air hujan.
Jika ada cahaya matahari yang bersinar setelah hujan
berhenti, maka cahaya tersebut akan menembus tetesan air hujan di udara. Udara
dan tetesan air hujan memiliki kerapatan yang berbeda, sehingga ketika cahaya
matahari merambat dari udara ke tetesan air hujan akan mengalami pembelokkan
arah rambat cahaya (pembiasan cahaya).
Cahaya
matahari merupakan sinar polikromatik, saat masuk ke dalam tetesan air hujan
akan diuraikan menjadi warna-warna monokromatik yang memiliki panjang gelombang
yang berbeda-beda. Cahaya matahari yang telah terurai menjadi warna
monokromatik sebagian akan mengalami pemantulan saat mengenai dinding tetesan
air hujan dan sebagian lainnya akan menembus ke luar tetesan air hujan.
Masing-masing gelombang cahaya monokromatik tersebut akan mengalami pembiasan
cahaya saat keluar dari tetesan air hujan dan arah pembiasannya akan
berbeda-beda, tergantung pada warnanya.
Warna-warna
monokromatik yang keluar dari tetesan air hujan mempunyai panjang gelombang
yang berada dalam rentang 400 – 700 nm. Pada rentang 400 – 700 nm, gelombang
cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia ialah gelombang yang mempunyai
gradasi warna merah sampai ungu. Gradasi warna tersebut diasumsikan sebagai
warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Susunan gradasi warna
tersebut kita namakan sebagai pelangi. Ketika kita melihat warna-warna ini pada
pelangi, kita akan melihatnya tersusun dengan merah di paling atas dan warna
ungu di paling bawah.
Berikut
merupakan skema terjadinya pelangi pertama secara keseluruhan.
|
Saat kita melihat pelangi, daerah di bawah pelangi akan terlihat lebih terang jika dibandingkan dengan daerah lainnya di sekitar pelangi. Daerah yang terlihat lebih terang tersebut dinamakan daerah terang pelangi. Ada dua hal yang menyebabkan daerah terang pelangi terlihat lebih terang dibandingkan daerah lainnya, yaitu yang pertama adalah cahaya matahari yang masuk ke tetesan air hujan yang menimbulkan pelangi pertama mempunyai intensitas cahaya matahari yang paling besar. Alasan kedua, pada proses pembentukan pelangi pertama, saat berada dalam tetesan air hujan, cahaya matahari hanya mengalami satu kali proses pemantulan cahaya, sehingga energi yang terserap oleh tetesan air hujan masih cukup banyak.
2.2
Bentuk Pelangi Jika
Ditinjau dari Segi Kalkulus
Sebenarnya,
bentuk pelangi adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran, atau
bagian dari lingkaran, itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horison bumi,
atau objek lain yang menghalangi cahaya, misalkan gunung dan bukit.
Pelangi terjadi akibat pembiasan cahaya
pada sudut 40-42.
Karena sudut pembiasan tetap, maka letak terjadinya warna pelangi selalu tetap
dari pusat cahaya, sehingga jari-jarinya juga tetap, kalau jari-jari nya tetap (konstan)
dari satu pusat atau titik, kita akan mendapatkan lingkaran. Kalau lingkarannya
kita potong, kita selalu dapat bagian lingkaran yang melengkung.
Saat memandang sebuah objek, mata
manusia bersifat konvergen atau menyebar. Pandangan mata kita saat melihat
sebuah objek dapat diilustrasikan sebagai sebuah kerucut yang memiliki titik
puncak pada mata kita, seperti tampak pada gambar 4. Kemiringan kerucut yang
terbentuk dipengaruhi oleh posisi matahari. Sebagian alas kerucut tidak dapat
kita lihat karena berada di bawah garis horizontal bumi, sedangkan sebagian
lainnya terlihat sebagai busur atau biasa kita sebut sebagai pelangi.
2.3 Posisi
Relatif Pelangi Terhadap Pengamat dan Matahari Jika Ditinjau dari Segi Kalkulus
Posisi matahari pengamat dan pelangi akan selalu dalam satu
axis, di mana matahari akan selalu berada di belakang pengamat (diilustrasikan
pada Gambar 3.5 dan 3.7). Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari
tegak lurus dengan garis horizontal bumi.
|
|
Bab 3
Penutup
3.1 Simpulan
Pelangi
adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi sacara alamiah dalam atmosfir
bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan. Cahaya
matahari masuk ke dalam tetesan air hujan akan mengalami proses pembiasan lalu
cahaya tersebut akan terurai menjadi warna monokromatik. Cahaya yang telah
terurai, masing-masing akan mengalami proses pemantulan saat mengenai dinding
tetesan air hujan dan kembali akan mengalami proses pembiasan cahaya saat
keluar dari tetesan air hujan. Rangkaian gelombang warna monokromatik yang
membentuk spektrum cahaya tersebut yang akan membentuk pelangi pertama.
Sebenarnya,
bentuk pelangi adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran, atau
bagian dari lingkaran, itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horison bumi,
atau objek lain yang menghalangi cahaya, misalkan gunung dan bukit. Bentuk
pelangi yang berupa lingkaran disebabkan oleh sudut pembiasan masing-masing
gelombang warna tetap dan sifat konvergen (menyebar) saat mata manusia
memandang sebuah objek.
Untuk
dapat melihat pelangi, kita harus memiliki sudut sebesar 40-42 derajat serta posisi matahari, pengamat dan pelangi
terletak pada satu axis dengan posisi matahari berada di belakang pengamat.
Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari tegak lurus dengan garis
horizontal bumi, sehingga kita hanya dapat melihat
pelangi pada pagi hari atau sore hari.