BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini Indonesia dihadapkan pada krisis besar yaitu krisis pangan. Krisis pangan dipicu oleh adanya fenomena pemanasan
global, tingginya tingkat kepadatan penduduk dan tidak meratanya distribusi. Untuk mengatasi krisis tersebut, solusi
yang bias dilakukan adalah dengan mengembangkan di versifikasi
pangan.
Saat ini tanpa kita sadari,
sedang berkecamuk perang dahsyat
krisis pangan.Krisis pangan terus menghantui
Indonesia. Salah satu contoh,
Kedelai misalnya,
tembus hinggaRp
7.500/kg dari Rp 3.450/kg. Maka jangan heran kalau bangsa ini justru bangga disebut
“bangsa tempe” atau dijuluki
“bermental tempe”.Karena tempe saat ini termasuk barang mewah.
Apalagi bahan bakunya pun
impor dari negeri Paman
Sam.Dan mahalnya harga kedelai terjadi akibat pengalihan minyak mentah dengan
biofuel oleh AS.
Organisasi Kerja Sama Ekonomi
Pembangunan (OECD) dan Organisasi Pangan Dunia (FAO)
memprediksikan, satu dasawarsa kedepan
(2007-2016), bakal terjadi perubahan struktur dasar perdagangan komoditas pertanian secara permanen.
Perubahan struktur ini akan mengimbas pada pergeseran pola konsumsi produk pertanian dunia
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa
penyebab krisis pangan dapat terjadi ?
2. Bagaimana
dampak krisis pangan terhadap masyarakat Indonesia ?
3. Bagaimana
solusi terbaik agar krisis pangan dapat dihindarkan ?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui
penyebab krisis pangan
2. Mengetahui
dampak bencana terhadap masyarakat secara nasional
3. Mengetahui
solusi agar krisis dapat diminimalisir
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 POKOK PERMASALAHAN
Krisis pangan mengancam Indonesia,
negeri berpenduduk 245 juta jiwa yang kaya akan sumber daya alam. Cukup ironis
memang jika penduduk negeri gemah ripah loh jinawi ini harus menderita
kekurangan pangan dan diterjang berbagai penyakit malnutrisi. Tapi, kenyataan
pahit menunjukkan, Indonesia selalu defisit sejumlah bahan pangan yang
dikonsumsi luas bangsa ini, yakni beras, jagung, kedelai, gandum, ubi-ubian,
gula, dan daging.
Dari tahun ke tahun, harga pangan terus meningkat. Harga beras di Jakarta dalam 12 tahun terakhir melesat lebih dari tiga kali lipat. Demikian pula harga gula, jagung, daging, dan berbagai komoditas pangan. Ke depan, gejolak harga pangan kian tidak menentu seiring dengan lonjakan penduduk bumi yang jauh lebih cepat dari peningkatan produksi pangan di bawah bayang-bayang perubahan iklim.
Dalam delapan tahun terakhir, rata-rata impor sejumlah produk pangan lebih dari US$ 3 miliar setahun, sedang ekspor hanya sekitar US$ 300 juta. Pada 2011, nilai impor enam komoditas pangan seperti beras, jagung, gandum, kedelai, gula, susu, dan sapi/daging mencapai US$ 9,4 miliar, sedangkan nilai ekspornya hanya sekitar US$ 150 juta.
Defisit pangan akan terus meningkat. Belum ada upaya meyakinkan untuk meningkatkan produk pangan. Yang kasat mata terlihat justru impor pangan yang kian bervariasi. Bukan hanya impor produk tanaman pangan subtropis yang terus meningkat hingga ke desa-desa, tapi juga beras, jagung, ubi-ubian, buahbuahan, dan sayur-mayur yang mudah tumbuh di iklim tropis.
Dari tahun ke tahun, harga pangan terus meningkat. Harga beras di Jakarta dalam 12 tahun terakhir melesat lebih dari tiga kali lipat. Demikian pula harga gula, jagung, daging, dan berbagai komoditas pangan. Ke depan, gejolak harga pangan kian tidak menentu seiring dengan lonjakan penduduk bumi yang jauh lebih cepat dari peningkatan produksi pangan di bawah bayang-bayang perubahan iklim.
Dalam delapan tahun terakhir, rata-rata impor sejumlah produk pangan lebih dari US$ 3 miliar setahun, sedang ekspor hanya sekitar US$ 300 juta. Pada 2011, nilai impor enam komoditas pangan seperti beras, jagung, gandum, kedelai, gula, susu, dan sapi/daging mencapai US$ 9,4 miliar, sedangkan nilai ekspornya hanya sekitar US$ 150 juta.
Defisit pangan akan terus meningkat. Belum ada upaya meyakinkan untuk meningkatkan produk pangan. Yang kasat mata terlihat justru impor pangan yang kian bervariasi. Bukan hanya impor produk tanaman pangan subtropis yang terus meningkat hingga ke desa-desa, tapi juga beras, jagung, ubi-ubian, buahbuahan, dan sayur-mayur yang mudah tumbuh di iklim tropis.
Hingga saat ini, eksportir terbesar
produk pertanian, bukanlah negara berkembang berbasis pertanian seperti
Indonesia. Eksportir terbesar produk pertanian adalah negara maju, negara yang
sudah mencapai kemajuan tinggi di bidang teknologi, industri, dan jasa. Eropa,
Jepang, dan Amerika Utara masih menjadi eksportir terbesar produk pertanian.
Pada tahun 2025 pun, separuh produk pangan dunia diperkirakan masih dipasok
negara maju yang jumlah penduduknya hanya kurang dari 20% penduduk dunia.
Kondisi ini juga hendak menjelaskan perbedaan kebijakan pemerintah negara maju dan negara berkembang. Di negara maju, pembangunan sector pertanian tetap menjadi prioritas. Meski sumbangan sektor pertanian terhadap PDB di negara maju hanya 3-5%, pertanian tetap diperlakukan sebagai sektor dengan prioritas tinggi. Di Indonesia, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB masih 15,3%. Namun, pertanian adalah sektor yang paling tercecer dibanding sektor lainnya.
Krisis pangan merupakan salah satu isu utama yang menjadi perhatian dunia di samping krisis energi. Indonesia dengan sekitar 90 juta penduduk miskin absolut dan penduduk hampir miskin perlu memperhatikan dengan sangat serius isu pangan. Setiap lonjakan harga pangan akan melahirkan penduduk miskin baru. Negara yang mengandalkan impor pangan akan selalu berada dalam posisi tidak aman. Ketika pasokan pangan dunia menurun dan permintaan melonjak, negara dengan ketergantungan impor pangan tinggi akan kerepotan. Sejumlah rezim tumbang karena krisis pangan.
Indonesia dengan wilayah yang cukup luas mestinya mampu menjamin keamanan pangan andaikan para penyelenggara negara memberikan perhatian besar terhadap sektor pertanian dan tingkat kesejahteraan petani. Hal itulah yang telah ditunjukkan negara maju. Pemerintah AS pada tahun 2002 meluncurkan US Farm Bill, sebuah UU yang memberikan jaminan kepada petani dan sektor pertanian. Tahun itu, pemerintah AS mengucurkan dana subsidi pertanian sekitar US$ 180 miliar untuk sepuluh tahun ke depan.
Meski sempat diprotes WTO, kebijakan AS untuk menopang sektor pertanian para petaninya tetap jalan. Jepang dan negara-negara Eropa juga melakukan hal yang sama. Harga beras produksi petani Jepang lebih mahal 10 kali lipat dari beras di negara lain. Tapi, impor beras dibatasi.
Di Jerman, petani dengan luas lahan puluhan hingga ratusan hektare tetap mendapat subsidi dari pemerintah demi ketahanan pangan nasionalnya. Tidak heran jika negara- negara maju menjadi eksportir terbesar produk pertanian.
Membangun sektor pertanian tidak boleh dipisahkan dari membangun petani. Salah satu penyebab rendahnya produksi pangan di Indonesia adalah kebijakan pemerintah yang mengorbankan petani. Para petani digiring untuk menanam gabah dan tebu. Tapi, harga kedua komoditas itu dipatok pemerintah. Lonjakan harga pangan tidak dinikmati oleh petani, melainkan para cukong yang juga menjadi pemburu rente lewat izin sebagi importir produk pangan, khususnya beras gula dan kedelai .
Andaikan harga pangan di tingkat petani jauh di atas harga produksi, para petani akan hidup sejahtera. Masyarakat akan berlomba menjadi petani. Untuk membantu masyarakat tidak mampu dan mencegah malnutrisi, rakyat yang tidak mampu wajib dibantu pemerintah, entah lewat Bulog dengan fungsinya yang baru maupun lewat kementerian.
Tahun ini, dana APBN yang dialokasikan untuk mendorong sektor pertanian hanya subsidi pupuk sebesar Rp 18 triliun. Para petani setidaknya membutuhkan bantuan benih, pupuk, pestisida, dan pergudangan. Untuk meningkatkan produksi pangan dan memangkas impor, pemerintah kini mendorong para pengusaha besar masuk sektor pertanian. Kita mengingatkan pemerintah agar berhati- hati dalam mengambil kebijakan.
Karena masalah terbesar para petani saat ini adalah minimnya lahan garapan. Sudah menjadi cerita lama bahwa luas lahan yang dimiliki para petani Indonesia rata-rata hanya 0,3 ha. Jika lahan baru diserahkan kepada para pengusaha food estate, bisa dipastikan jumlah penduduk miskin akan melonjak dan kesenjangan sosial ekonomi bakal semakin menganga.
Krisis pangan perlu diantsipasi dengan memperluas lahan pertanian, meningkatkan produktivitas setiap hektare lewat penerapan teknologi. Dengan potensi yang amat besar, di darat maupun di laut, Indonesia bukan saja tidak perlu krisis pangan, melainkan mampu menjadi lumbung pangan dunia.Tapi, yang hendak dibangun tidak saja sektor pertanian, tapi juga petaninya. Visi pro-growth, pro-job, propoor, dan pro-enviroment perlu menjadi pegangan dalam setiap kebijakan, khususnya sektor pertanian.
Kondisi ini juga hendak menjelaskan perbedaan kebijakan pemerintah negara maju dan negara berkembang. Di negara maju, pembangunan sector pertanian tetap menjadi prioritas. Meski sumbangan sektor pertanian terhadap PDB di negara maju hanya 3-5%, pertanian tetap diperlakukan sebagai sektor dengan prioritas tinggi. Di Indonesia, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB masih 15,3%. Namun, pertanian adalah sektor yang paling tercecer dibanding sektor lainnya.
Krisis pangan merupakan salah satu isu utama yang menjadi perhatian dunia di samping krisis energi. Indonesia dengan sekitar 90 juta penduduk miskin absolut dan penduduk hampir miskin perlu memperhatikan dengan sangat serius isu pangan. Setiap lonjakan harga pangan akan melahirkan penduduk miskin baru. Negara yang mengandalkan impor pangan akan selalu berada dalam posisi tidak aman. Ketika pasokan pangan dunia menurun dan permintaan melonjak, negara dengan ketergantungan impor pangan tinggi akan kerepotan. Sejumlah rezim tumbang karena krisis pangan.
Indonesia dengan wilayah yang cukup luas mestinya mampu menjamin keamanan pangan andaikan para penyelenggara negara memberikan perhatian besar terhadap sektor pertanian dan tingkat kesejahteraan petani. Hal itulah yang telah ditunjukkan negara maju. Pemerintah AS pada tahun 2002 meluncurkan US Farm Bill, sebuah UU yang memberikan jaminan kepada petani dan sektor pertanian. Tahun itu, pemerintah AS mengucurkan dana subsidi pertanian sekitar US$ 180 miliar untuk sepuluh tahun ke depan.
Meski sempat diprotes WTO, kebijakan AS untuk menopang sektor pertanian para petaninya tetap jalan. Jepang dan negara-negara Eropa juga melakukan hal yang sama. Harga beras produksi petani Jepang lebih mahal 10 kali lipat dari beras di negara lain. Tapi, impor beras dibatasi.
Di Jerman, petani dengan luas lahan puluhan hingga ratusan hektare tetap mendapat subsidi dari pemerintah demi ketahanan pangan nasionalnya. Tidak heran jika negara- negara maju menjadi eksportir terbesar produk pertanian.
Membangun sektor pertanian tidak boleh dipisahkan dari membangun petani. Salah satu penyebab rendahnya produksi pangan di Indonesia adalah kebijakan pemerintah yang mengorbankan petani. Para petani digiring untuk menanam gabah dan tebu. Tapi, harga kedua komoditas itu dipatok pemerintah. Lonjakan harga pangan tidak dinikmati oleh petani, melainkan para cukong yang juga menjadi pemburu rente lewat izin sebagi importir produk pangan, khususnya beras gula dan kedelai .
Andaikan harga pangan di tingkat petani jauh di atas harga produksi, para petani akan hidup sejahtera. Masyarakat akan berlomba menjadi petani. Untuk membantu masyarakat tidak mampu dan mencegah malnutrisi, rakyat yang tidak mampu wajib dibantu pemerintah, entah lewat Bulog dengan fungsinya yang baru maupun lewat kementerian.
Tahun ini, dana APBN yang dialokasikan untuk mendorong sektor pertanian hanya subsidi pupuk sebesar Rp 18 triliun. Para petani setidaknya membutuhkan bantuan benih, pupuk, pestisida, dan pergudangan. Untuk meningkatkan produksi pangan dan memangkas impor, pemerintah kini mendorong para pengusaha besar masuk sektor pertanian. Kita mengingatkan pemerintah agar berhati- hati dalam mengambil kebijakan.
Karena masalah terbesar para petani saat ini adalah minimnya lahan garapan. Sudah menjadi cerita lama bahwa luas lahan yang dimiliki para petani Indonesia rata-rata hanya 0,3 ha. Jika lahan baru diserahkan kepada para pengusaha food estate, bisa dipastikan jumlah penduduk miskin akan melonjak dan kesenjangan sosial ekonomi bakal semakin menganga.
Krisis pangan perlu diantsipasi dengan memperluas lahan pertanian, meningkatkan produktivitas setiap hektare lewat penerapan teknologi. Dengan potensi yang amat besar, di darat maupun di laut, Indonesia bukan saja tidak perlu krisis pangan, melainkan mampu menjadi lumbung pangan dunia.Tapi, yang hendak dibangun tidak saja sektor pertanian, tapi juga petaninya. Visi pro-growth, pro-job, propoor, dan pro-enviroment perlu menjadi pegangan dalam setiap kebijakan, khususnya sektor pertanian.
2.2 PENYEBAB
PERMASALAHAN
Secara umum, penyebab terjadinya
krisis pangan yaitu, kepadatan penduduk, minimnya lahan pertanian,distribusi
pangan yang tidak merata, perubahan cuaca ekstrim, munculnya hama-hama perusak
tumbuhan, kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan petani,
terbatasnya penemuan tanaman varietas baru yang tahan hama, dan hasil panen
Indonesia yang di ekspor secara berlebihan.
Kepadatan penduduk adalah faktor
utamanya. Penduduk yang banyak membutuhkan lahan yang banyak pula sebagai
tempat tinggal maupun tempat dibangunnya sarana dan prasarana lainnya. Sehingga
lahan yang seharusnya dijadikan lahan pertanian di ubah menjadi bangunan
pensejahtera manusia. Hal ini menyebabkan menurunnya hasil panen pangan
Indonesia. Ditambah lagi cuaca ekstrim yang sedang melanda Indonesia dan
serangan hama penyakit. Sehingga banyak ladang-ladang petani mengalami gagal
panen.
Kesejahteraan petani pun kurang
diperhatikan oleh pemerintah. Harga beli hasil panen yang sangat rendah membuat
petani lebih memilih mengekspor hasil panennya dari pada menjualnya ke
distributor Indonesia. Karena harga akan jauh lebih tinggi.
2.3 KRITERIA KRISIS
PANGAN
2.3.1
Krisis Pangan Ringan
·
Adanya masyarakat yang menjual barang
untuk membeli makanan
·
Kenaikan harga barang pangan selain
beras yang mencolok
·
Meningkatkan kriminalistas
·
Meningkatnya urbanisasi dan migrsi
musiman
2.3.2
Krisis Pangan Berat
·
Adanya penduduk yang memakan makanan tak
lazim
·
Adanya peningkatan jumlah penderita KPP
·
Adanya eksplosi serangan hama dan
penyakit tanaman pangan
·
Curah hujan abnormal (Gaman,1992)
2.4 DAMPAK YANG DIAKIBATKAN
Krisis
pangan memiliki dampak yang sangat besar kepada masyarakat Indonesia. Contohnya
kelaparan. Kurangnya jumlah pangan membuat harga melambung tinggi. Sehingga
masyarakat menengah kebawah sulit memperoleh pangan sebagai kebutuhan
sehari-hari mereka. Hal ini juga menyebabkan penyakit kurang gizi terutama pada
anak-anak. Sehingga sulit bagi mereka untuk tumbuh secara normal. Ini juga
berpengaruh dengan tingkat intelegensi mereka. Sedikitnya jumlah pangan
terutama makanan bergizi mebuat nutrisi bagi otak mereka menurun. Sehingga
kinerja otak pun menurun.
Kinerja otak yang menurun membuat sumber daya manusia
Indonesia menurun kualitasnya. Sehingga menyulitkan mereka untuk mendapatkan
pendidikan yang baik dan mendapatkan pekerjaan nantinya. Angka harapan hidup
pun otomatis akan menurun drastis karena kualitas hidup masyarakat Indonesia
rendah.
2.5 SOLUSI DAN TAHAP-TAHAP
PENYELESAIAN MASALAH
2.5.1 Solusi Menurut Kelompok
1. Masyarakat mengikuti program keluarga berencana untuk mengurangi tingginya populasi manusia
di Indonesia
2. Meningkatkan pengetahuan para petani tentang teknologi pangan modern
3. Meminimalisir impor beras sehingga beras hasil petani
Indonesia lebih diminati
4. Pemerintah secara ketat menjaga territorial pertanian Indonesia
2.5.2 Menurut Literatur
·
Melakukan pengawetan pangan alami bagi pangan
yang mudah busuk
·
Mengembangkan teknologi dibidang pangan
·
Melancarkan program gizi baik
·
Meningkatkan produksi pertanian
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan
di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak
Sumber Daya Alam. Hanya saja, kurangnya kualitas Sumber Daya Manusianya membuat
Indonesia mengalami krisis. Contohnya Krisis Pangan. Bukan hanya karena itu,
ada berbagai macam sebab-sebab lainnya seperti, tingginya tingkat populasi di
Indonesia, dan kurangnya lahan. Kurangnya peran pemerintah dalam bidang ekspor
hasil pangan menjadi salah satu penyebab masalah nasional ini.
Krisis Pangan berdampak sangat besar bagi tingkat kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Mahalnya harga bahan pangan tak terjangkau oleh masyarakat kelas
bawah. Sehingga mereka tidak mendapatkan makanan yang layak. Timbullah masalah
baru seperti penyakit, kelaparan dan turunnya angka harapan hidup.
Solusi yang bisa kita lakukan untuk menghindarkan Indonesia dari krisis
pangan misalnya mengikuti program Keluarga Berencana untuk mengurangi jumlah
penduduk Indonesia, dan tidak merusak atau mengalihfungsikan sawah atau
perkebunan kita sebagai persediaan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Berg, Alan. 1973. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional.
Jakarta : CV. Rajawali
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas
Indonesia press
Gaman, P.M. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi
dan Mikrobiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Anonim. 2012. Krisis Pangan dan Energi. http://tamhidamri.blogspot.com/2012/06/krisis-pangan-energi.html. Diakses pada tanggal 18 Februari
2014. Pukul 10:30 WIB
Anonim. 2012. Krisis Pangan Mengancam Investor. http://www.investor.co.id/home/krisis-pangan-mengancam/41081. Diakses pada
tanggal 18 Februari 2014. Pukul 11:30 WIB
No comments:
Post a Comment